Raffi Ahmad, Muda dan Kaya Prestasi
Anak sulung dari 3 bersaudara pasangan Munawar Ahmad (alm) dan Amy Qanita ini mengawali kariernya sebagai aktor. Hingga saat ini, Raffi telah terlibat di sejumlah sinetron, FTV dan film layar lebar. Selain menjadi aktor, Raffi mengembangkan kariernya menjadi bintang iklan, presenter dan penyanyi.
Berawal dari menjadi pemeran pendukung di sinetron pertamanya, Tunjuk Satu Bintang, Raffi baru melejit dalam Senandung Masa Puber dimana dia menjadi pemeran utama bersama Bunga Citra Lestari. Setelah itu, Raffi terus-menerus muncul di sinetron-sinetron dan FTV remaja bahkan film layar lebar.
Pada akhir 2006, musisi Melly Goeslaw mengadakan casting untuk grup vokal Bukan Bintang Biasa, yang lebih dikenal dengan sebutan BBB. Proyek ini dikhususkan untuk pemain sinetron remaja Indonesia. Dari sekian banyak pesinetron yang audisi, akhirnya terpilihlah Raffi bersama dengan Laudya Chintya Bella , Chelsea Olivia Wijaya, Dimas Beck dan Ayushita. Single pertama mereka, Let's Dance Together diterima baik di pasaran. BBB kemudian membintangi film berjudul Bukan Bintang Biasa The Movie yang disutradarai oleh Lasja Fauzia. BBB kembali dengan single baru berjudul Bukan Bintang Biasa yang sangat digemari remaja. Duet Raffi dengan Ayushita dalam lagu Jangan Bilang Tidak dijadikian single selanjutnya.
Di tahun 2008, karier akting Raffi semakin bersinar. Aktor serba bisa ini tampil di film besutan Rudi Soejarwo Liar dan Asoy Geboy. Dan yang makin melambungkan namanya saat ini adalah program musik Dahsyat yang dibawakannya bersama dua artis multi-talenta Luna Maya (mantan presenter) dan Olga Syahputra. Di penghujung tahun, Raffi bersama BBB meluncurkan single baru berjudul Putus Nyambung dan ternyata mendapatkan respon bagus di pasaran. Ini sekaligus menepis anggapan bahwa BBB hanya grup vokal sesaat.
Di tahun 2009, Raffi yang disebut-sebut sebagai salah satu artis terlaris saat ini berkat program Dahsyat makin memantapkan diri di bidang presenting. Selain Dahsyat, Raffi juga hadir dalam dua program baru Rafi Wkwkwk dan OMG yang kembali memasangkannya dengan Olga Syahputra. Namun Raffi juga tetap eksis di dunia akting. Bermain di beberapa judul FTV, sinetron Buku Harian Baim hingga sitkom OKB juga dijalaninya hingga saat ini. Selain itu Raffi juga kembali dengan single terbaru Johan (Jodoh Di Tangan Tuhan) dimana dia berduet dengan Laudya Chintya Bella. Mereka hadir dengan nama RaBel atau Raffi/Bella.
Selain kariernya yang cemerlang, Raffi tidak lepas dari berita asmaranya dengan rekan sesama artis. Mulai dari Laudya Chintya Bella, Bunga Zainal, Ratna Galih, Tyas Mirasih, dan Velove Vexia. Raffi kini menjadi subjek pembicaraan hangat di media perihal hubungannya dengan penyanyi nostalgia Yuni Shara yang berusia 14 tahun lebih tua darinya. Raffi yang semula enggan berbagi cerita perihal hubungannya dengan Yuni akhirnya go public di beberapa acara talkshow seperti Just Alvin, Online dan Bukan Empat Mata.
Pada tanggal 26 Februari di acara Dahsyatnya Award 2010, Raffi tampil berdua dengan Yuni di medley lagu Johan dan Kucari Jalan Terbaik. Berbagai tawaran untuk memasangkan keduanya dalam satu proyek pun berdatangan. Mulai dari iklan, single duet 50 Tahun Lagi dan film Rumah Tanpa Jendela. Raffi juga mulai menjajal peruntungan di dunia penyutradaraan dengan menggarap sebuah film pendek berjudul Barbie yang dibintangi oleh Yuni. Film berdurasi 10 menit ini akhirnya diganjar penghargaan Best Movie di malam penghargaan LA Lights Indie Movie 2011.
Nama Asliku Soimah Pancawati, Aku Dari Desa (1)
Semua dimulai saat aku lahir pada tanggal 29 September 1980. Aku anak perempuan desa yang lahir di kampung nelayan daerah pesisir pantai utara pulau Jawa. Nama desaku Banyutowo, sebuah desa yang tenang dekat tempat pelelangan ikan, dan rumahku hanya berjarak 100 meter dari bibir pantai. Banyutowo berjarak 45 Km dari pusat kota Kabupaten Pati Jawa Tengah.
Namaku Soimah Pancawati, panggil saja aku Imah. Nama itu pemberian Mbah Modin, orang yang dituakan di desaku. Keempat kakakku juga diberi nama oleh mbah Modin, dan semua berawalan So, kakak sulungku bernama Solihati, kakak kedua Solihin, ketiga Sofiah lalu Sofiatun, dan aku Soimah. Sejak Mbah Modin meninggal, keluargaku kehilangan “So”, jadilah adikku bernama Nur Laila dan Sinta Fitriani. Aku anak ke lima dari tujuh bersaudara, bapakku Hadi Narko seorang pemain ketoprak tobong yang kemudian mengabdi menjadi carik desa di Banyutowo. Ibuku Kasmiyati, perempuan tangguh yang sehari-hari berdagang ikan laut.
Sebagai carik desa, ayahku adalah orang terpandang. Desaku adalah kampung nelayan yang sederhana, dan aku hidup di lingkungan yang jauh dari kemewahan. Tapi keluargaku tidak hidup dalam kekurangan, di rumahku ada tivi, dan itu menjadi barang “mewah” di desaku. Setiap hari banyak orang di desaku yang numpang nonton tivi di rumah.
Ibuku sangat galak, meskipun keluargaku tergolong hidup kecukupan untuk ukuran desaku, tapi Ibu mengajarkan aku dan semua saudaraku tentang perjuangan hidup dan mengisinya dengan kerja keras. Sekolah nomer dua, nomer satu adalah membantu orang tua, begitu cara ibu mendidik aku. Dirumah sudah ada pembagian tugas, mulai dari kerjaan dapur, nyapu, ngepel, dan cuci piring. Aku sudah terbiasa, dan itu kita lakukan secara bergiliran.
Sejak SD aku terbiasa tidak menerima uang jajan, jarak dari sekolah ke rumah cukup dekat, jadi kalau haus atau lapar tinggal pulang ke rumah. Tugas menggarami ikan, membolak-balik ikan yang sedang diasapi adalah bagianku, bahkan tanganku sampai merah karena sering terkena asap panas, badankupun setiap hari bau ikan. Aku juga menyiapkan potongan blarak (daun kelapa kering) untuk membungkus ikan pindang. Setiap hari aku bangun jam 3 pagi menyiapkan ikan untuk dijual ke pasar, dan paginya aku pergi ke sekolah, setelah pulang sekolah aku istirahat sebentar dan makan siang, kemudian kembali melakukan tugas rutinku bergelut dengan ikan dan asap sampai jam 11 malam.
Aku tidak punya waktu bermain seperti teman-teman sebayaku, waktuku lebih banyak untuk bekerja membantu ibu mengolah ikan. Libur sekolah bukanlah hari istimewa buat aku dan saudaraku, tapi justru saat cuaca kurang baik dan nelayan tidak ada yang melaut, saatnya musim laut sepi, begitulah aku menyebutnya. Baru lah aku terbebas dari pekerjaan mengolah ikan, dan libur yang sebenarnya telah datang, aku bisa bermain sepuasku.
Di musim laut sepi inilah ibuku berjualan nasi, dan biasanya di lapangan dekat rumahku kedatangan rombongan ketoprak tobong yang selalu berpindah tempat seperti pasar malam. Dan biasanya waktu itu bersamaan dengan upacara adat sedekah laut yang berlangsung setiap tahun. Ibuku menyediakan nasi dan lauk pauk untuk rombongan ketoprak tobong yang tinggal cukup lama di lapangan desaku. Setiap berangkat sekolah, aku melewati area tobong di sela-sela kursi penonton. Aku sering menemukan uang recehan yang jatuh dari saku penonton di pertunjukan malam sebelumnya, dan itu membuat aku ketagihan untuk berburu uang receh di sela-sela kursi penonton setiap pagi saat aku berangkat ke sekolah.
Ketoprak tobong menjadi pengisi waktu bermainku di saat kecil, aku biasa nonton pertunjukan dari bawah panggung, dan tidak perlu bayar tiket. Hubungan keluargaku sudah sangat dekat dengan rombongan pemain ketoprak tobong. Dan aku mengenal pelawak Marwoto dan Mbok Beruk juga di lapangan dekat rumahku, saat mereka ikut rombongan ketoprak tobong dari Jogja.
Di kampungku para nelayan biasa menyalakan radio dengan suara yang cukup kencang, dan musik yang disukai adalah musik gambus, orang-orang biasa menyebutnya musik dangdut atau musik melayu. Dan aku sampai hafal banyak lagu dangdut karena sering mendengarkan secara tidak sengaja, aku sering ikut menyanyi ngikutin suara lagu dari radio itu. Kesukaanku iseng nyanyi, rupanya malah didukung sama ibu.
Waktu itu aku masih SD, setiap ibu nonton tivi bareng aku, ibu selalu bilang “Mbok kowe ki mlebu tivi kuwi, dadi aku iso ndelok kowe” (Coba kamu itu masuk tivi seperti itu, jadi aku bisa lihat kamu). Aku selalu merasa ibuku jahat saat aku kecil, ibuku galak, aku harus bekerja keras disaat teman seusiaku asyik bermain. Tapi sebenarnya ada doa yang kuat, yang aku sadari justru setelah beliau sudah tidak ada. ( Sumber: http://www.kratonpedia.com/article-detail/2011/10/29/187/Nama.Asliku.Soimah.Pancawati,.Aku.Dari.Desa.)
Sultan HB X Terima Gelar Doktor Kehormatan Seni Pertunjukan
Gubernur DIY , Sri Sultan Hamengku Buwono X, menerima gelar doktor kehormatan (Doctor Honoris Causa) bidang Seni Pertunjukan dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Selasa (27/12).
Rektor ISI sekaligus Promotor gelar doctor honoris causa, Prof. Dr. Hermien Kusmayanti mengatakan penganugerahan itu didasarkan pada gagasan dan komitmen Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk melestarikan dan mengembangkan seni budaya. Terutama seni pertunjukan tradisi dan kontemporer Jawa.
Sultan pun dinilai aktif meneguhkan jati diri dan karakter bangsa melalui seni dan budaya. Tidak melepaskan budaya Keraton dalam kegiatan seni budaya. Kesungguhan Sultan dalam diplomasi antarnegara melalui budaya juga turut diperhitungkan dalam penganugerahan ini.
"Peran ini sangat relevan dengan salah satu misi pendidikan ISI Yogyakarta dalam menjaga seni tradisi dan mengembangkannya sesuai jiwa zaman. Seni pertunjukan ciptaannya (Sulatn HB X) berupa tari Bedhaya Sang Amurwa Bumi merupakan wujud pelestarian tradisi dan nilai filosofis pemimpin yang mumpuni," ujar Hermien.
Penganugerahan gelar tersebut juga merupakan upaya untuk makin memperkenalkan dan menyebarluaskan perhatian, kepedulian serta keterlibatan Sultan di bidang seni budaya. Khususnya pertunjukan kepada masyarakat akademis baik di tingkat lokal, nasional, bahkan internasional. Harapannya memotivasi masyarakat untuk peduli dan menjunjung tinggi seni budaya yang kita miliki.
Dalam rangkaian penganugerahan gelar doctor honoris causa tersebut, Sultan membacakan pidato ilmiah berjudul 'Ajaran Sang Amurwabumi, Sumber Acuan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Bangsa'. Sebanyak sembilan penari, termasuk diantaranya putri Sultan, menarikan tari Bedoyo Sang Amurwabumi. (Sumber : Oleh Olivia Lewi Pramesti | 27-12-2011 | http://ngi.cc/nEG | budaya)
Rektor ISI sekaligus Promotor gelar doctor honoris causa, Prof. Dr. Hermien Kusmayanti mengatakan penganugerahan itu didasarkan pada gagasan dan komitmen Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk melestarikan dan mengembangkan seni budaya. Terutama seni pertunjukan tradisi dan kontemporer Jawa.
Sultan pun dinilai aktif meneguhkan jati diri dan karakter bangsa melalui seni dan budaya. Tidak melepaskan budaya Keraton dalam kegiatan seni budaya. Kesungguhan Sultan dalam diplomasi antarnegara melalui budaya juga turut diperhitungkan dalam penganugerahan ini.
"Peran ini sangat relevan dengan salah satu misi pendidikan ISI Yogyakarta dalam menjaga seni tradisi dan mengembangkannya sesuai jiwa zaman. Seni pertunjukan ciptaannya (Sulatn HB X) berupa tari Bedhaya Sang Amurwa Bumi merupakan wujud pelestarian tradisi dan nilai filosofis pemimpin yang mumpuni," ujar Hermien.
Penganugerahan gelar tersebut juga merupakan upaya untuk makin memperkenalkan dan menyebarluaskan perhatian, kepedulian serta keterlibatan Sultan di bidang seni budaya. Khususnya pertunjukan kepada masyarakat akademis baik di tingkat lokal, nasional, bahkan internasional. Harapannya memotivasi masyarakat untuk peduli dan menjunjung tinggi seni budaya yang kita miliki.
Dalam rangkaian penganugerahan gelar doctor honoris causa tersebut, Sultan membacakan pidato ilmiah berjudul 'Ajaran Sang Amurwabumi, Sumber Acuan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Bangsa'. Sebanyak sembilan penari, termasuk diantaranya putri Sultan, menarikan tari Bedoyo Sang Amurwabumi. (Sumber : Oleh Olivia Lewi Pramesti | 27-12-2011 | http://ngi.cc/nEG | budaya)
Firda Razak dan Nakula dan Sadewa, si kembar yang mewarisi kehebatan akting mama tercinta